Selamat datang di klinikherbaonline. Situs yang menyajikan informasi seputar herbal,konsultasi kesehatan dan dunia kesehatan secara lengkap dan berimbang

Brotowali untuk terapi hipertensi dan diabetes

Brotowali (Tinospora crispa L. Miers) merupakan tumbuhan perdu pemanjat. Tingginya bisa mencapai 2,5 m. Batang tanaman ini berduri semu yang lunak mirip bintil-bintil. Daun tunggalnya bertangkai, berbentuk mirip jantung atau agak membulat dan berujung lancip.
Tanaman yang diduga berasal dari Asia Tenggara ini biasa tumbuh liar di hutan atau ladang. Dengan khasiatnya yang bagus, banyak orang menanamnya di pekarangan rumah sebagai tanaman obat. Tanaman ini menyukai tempat yang berhawa panas.
Brotowali mengandung zat pahit columbine, sedikit alkaloid dan glukosid, zat amorf pikroretin, serta berberin. Dua alkaloid lain yaitu tinosporine dan tinosporidine, damar lunak, pati, glikosida pikroretosid, harsa, berberin, palmatin, kolumbin (akar), kokulin (pikrotoksin), dan pikroretin yang terdapat pada daun.
Obat Darah Tinggi
Bagian yang biasa digunakan sebagai obat adalah akar dan daun. Akar rasanya lebih pahit dan asam, bermanfaat sebagai antipiretik (penurun panas) dan diuretik (peluruh kencing).
Brotowali sering dipadukan dengan herbal lain yang dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati rematik, demam kuning, kencing manis, dan sebagai obat luar seperti kudis, luka, dan gatal-gatal (untuk mandi).
Di beberapa negara brotowali juga biasa digunakan sebagai obat. Diantaranya di Sabah, Malaysia, masyarakat di sana menggunakan brotowali untuk mengobati darah tinggi, kencing manis, diare, dan sakit pinggang. Di Thailand digunakan sebagai obat demam, kolera, kebugaran, rematik, cacingan serta gigitan ular berbisa. Di Vietnam digunakan sebagai obat malaria.
Cara penggunaannya adalah, rebus batang atau bagian tanaman yang masih segar 30 gr atau 25 gr yang kering dalam 3 gelas air selama 20 menit. Dinginkan dan minum ½ gelas dua kali sehari sebelum makan. Untuk luka luar, air rebusan batang brotowali tersebut dipakai untuk membasuh luka-luka seperti koreng, kudis dan lain-lain.
Perempua hamil dan menyusui dilarang mengonsumsi brotowali. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kerusakkan hati dan ginjal.

Referensi:
Tanaman Obat Indonesia buku 1, Prof. H. Azwar Agoes, DFAK, Sp.FK(K) – Salemba Medika 2010.
Tanaman Obat Keluarga, Ir. Fauziah Mukhlisah – Penebar Swadaya 2008.